Sabtu, 08 Oktober 2011

Anteseden dari Psikologi Belajar

Masyarakat zaman dahulu kurang memiliki cara-cara dalam mempelajari peristiwa-peristiwa yg terjadi dilingkungannya. mereka hanya mengandalkan mitos dan tahayul sebagai sumber pengetahuan yang pokok. sebagai contoh, orang yunani zaman dahulu percaya bahwa badai samudera itu akibat ulah Poseidon dewa laut dan petir itu anak panah yang dilepaskan Zeus sebagai tindakan menghukum.
Mitos dan tahayul yang mula-mula dianut orang lambat laun digantikan oleh sistem kepercayaan yang tersusun yang disebut filsafat. Selama lebih dari 2000tahun, sejak kira-kira tahun 400 S.M sampai pertengahan abad ke-19, filsafat merupakan sumber utama pengetahuan tentang hal belajar. Meskipun metode eksperimen telah diperkenalkan dalam ilmu pengetahuan alam dalam abad ke-16, barulah 300 tahun kemudian metode itu diterapkan utntuk mempelajari bekerjanya fikiran orang. Penerapan pertama kali penelitian laboratorium untuk mempelajari bekerjanya fikiran orang merupakan pertanda kelahiran suatu disiplin yang baru, yaitu Psikologi  
Psikologi belajar merupakan salah satu pendekatan sebagai dasar dari memahami perilaku. Asumsi yang mendasari ialah: perilaku itu dipelajari, dipengaruhi lingkungan, merupakan cara adaptasi individu dengan lingkungannya.
Permasalahan dan hal-hal yang berkaitan dengan belajar telah lama dipelajari oleh bidang filsafat. Salah-satu pandangan yang mula-mula mengenai kemampuan belajar disusun oleh filsuf Yunani, Plato (sekitar 427-327 S.M). pandangan filsafatnya,yaitu idealisme, melukiskan fikiran dan jiwa sebagai hal yg dasar sifatnya bagi segala sesuatu yang ada. Kemampuan belajar manusia menurut Plato berasal dari ide-ide yang dimiliki manusia yang dalam artian terbawa sejak lahir. Tetapi, pandangan yang berlawanan dikembangkan oleh Aristoteles, murid plato. Aristoteles percaya bahwa keadaan itu berasal dari dunia nyata, tidak dikonsepsi oleh pikiran. Ide bukanlah ide yang terbawa sejak lahir tetapi merupakan hubungan-hubungan hasil dari pengamatan alam. Karena itu, sumber pengetahuan manusia adalah lingkungan alam dan belajar itu melalui kontak dengan lingkungan. Menurut, Aristoteles peranan pikiran ialah menggorganisasikan dan mengstruktur pengalaman-pengalaman indera dari dunia luar.
Dua orang filsuf kemudian menyempurnakan konsep-konsep yang telah diperkenalkan sebelumnya oleh Plato dan Aristoteles. Rene descartes, seorang ahli Matematika dan filsuf abad ke-17, mengembangkan lebih lanjut konsep pengetahuan bawaan. Descartes berpendapat bahwa orang mengembangkan pengetahuan dengan proses penalaran deduktif dari ide dasar yg sedikit. Model penguasaan pengetahuan yang disusunnya bersifat matematik, yang merupakan sistem hasil deduksi dari aksioma-aksioma dasar yang sedikit. Karena model descartes itu mengandalkan proses berfikir rasional maka fahamnya dinamakan orang Rasionalisme. Bertentangan dengan itu, ide aristoteles dijadikan dasar bagi filsafat yang lahir di Inggris, yang disebut Empirisme. Mula-mula diperkenalkan oleh Thomas Hobbes dalam abad ke-17, kemudian dikembangkan secara formal oleh filsuf John Locke. Menurut John Locke, pada waktu lahir pikiran orang itu merupakan tabula rasa atau kertas kosong. Ide, yang dikatakannya merupakan balok penyusun pikiran berkembang melalui duam macam pengalaman. Satu, ialah kesadaran, sensation, yang diartikan sebagai hasil memperoleh pengetahuan melalui indera. Pengalaman yang lain dinamakan Refleksi, yang digambarkan sebagai proses menggabung-gabungkan ide-ide sederhana menjadi kompleks.   
Seorang fisuf Jerman, Immanuel Kant, pada abad ke-18 berargumentasi bahwa baik rasionalisme maupun empirisme harus bersinergi dalam membuktikan pengetahuan. Perdebatan ini meletakkan landasan dan memengaruhi cara berpikir di bidang ilmu psikologi maupun cabang ilmu lainnya. Saat ini ilmu pengetahun mendasarkan paham empiris untuk pencarian data dan pengolahan dan analisis data menggunakan kerangka pikir rasionalis.
            Gagasan-gagasan filsafat menjadi dasar dari penelitian-penelitian awal psikologi terhadap “belajar sebagai pembentuk perilaku”. Terdapat dua aliran penting yang berkembang; strukturalisme di Eropa (yang dikembangkan oleh Wilhem Wundt yang biasa disebut sebagai bapak Psikologi eksperimen) dan fungsionalisme di Amerika. Strukturalisme memelajari elemen fundamental dari aspek-aspek mental (what the mind is) seperti perilaku berpikir, kesadaran, emosi. Metode yang digunakan ialah introspeksi. Fungsionalisme lebih berkonsentrasi pada what the mind does, apa yang menjadi fungsi dari aktivitas-aktivitas mental. Pertanyaan yang ingin dijawab ialah bagaimana perilaku seseorang ditujukan untuk memuaskan kebutuhan mereka.
Pandangan yang lebih jauh tidak lagi menekankan pada mekanisme sensasi, namun lebih pada fungsi atau peran belajar sebagai organisme biologis. Individu melakukan “aksi” ialah unsur pokok dalam belajar. Aksi tidak dianggap menyusul suatu gagasan atau ide yang terbentuk, tetapi sebagai ciri khas dari belajar. Dengan demikian belajar diartikan sebagai proses pembentukan tingkah laku pada organisme secara terorganisasi.
Lewat penelitian-penelitian dengan seting laboratorium lahirlah teori-teori belajar awal sebagaimana yang dikemukakan Thorndike dengan teori koneksionisme, teori kondisioning klasik dari Pavlov dan teori operan kondisioning oleh Skinner. Teori-teori di atas didasarkan atas prinsip asosiasi sebagaimana yang telah dikembangkan sejak dari filsafat melalui pengujian secara ilmiah.
Salah satu pendekatan teori yang berbeda dapat ditemukan pada teori gestalt. Gestalt tidak didasarkan atas prinsip asosiatif, tetapi oleh suatu prinsip insight. Insight merupakan pemahaman yang didapatkan sebagai reorganisasi terhadap semua kesan indrawi yang menghasilkan gagasan baru dan penyelesaian suatu masalah berdasarkan pemikiran.
Teori-teori belajar yang berkembang kemudian menunjukkan perkembangan pemahaman terhadap proses belajar. Belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi secara internal dan lebih bersifat mental. Masing-masing teori yang telah dikembangkan telah memberikan kontribusi bagi pemahaman atas pembentukan perilaku. Aplikasi teori belajar dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan seperti dalam dunia pemasaran, organisasi dan dalam pendidikan dan sekolah.
Sebagai catatan, proses belajar tidaklah selalu merupakan proses kognitif. Proses mental lain seperti emosi dan insting juga memberi pengaruh dalam dalam perwujudan perilaku dikarenakan proses belajar ini.


Sumber materi:     
-  Buku Belajar dan membelajarkan/Margaret E.Bell
-   http://todayon2009.wordpress.com/2009/12/28/anteseden-psikologi-belajar/                           -http://id.wikipedia.org/wiki/Psikologi_kognitif

Kamis, 26 Mei 2011

Kreativitas atau apa ?

ya, berkali-kali setiap melintasi jalan yg ada di makassar pasti harus melalui perempatan lampu merah. semenjak dulu pada saat berhenti menunggu giliran lampu hijau, sering sy melihat anak2 yg menjual koran, majalah dan ada juga hiasan yg dipajang untuk mobil, tak terkecuali sering juga ada anak yg meminta-minta. yah kadang melihat itu semua sy jadi merasa iba, bingung juga mau ngapain liat mereka, he...(^_*)

hari berganti hari ya namanya punya kendaraan sendiri namanya si vixy jadinya sering keluar lewati jalan kota yg penuh sesak dan macet. sebuah rutinitas yg sering kutemui ketika berhenti diperempatan lampu merah ya sekelompok anak penjual koran dan yang lainnya, semuanya mencari rejeki disetiap nyala merahnya lampu rambu lalu lintas. 

tp beberapa akhir ini sesuatu berbeda dari biasanya. sering sy jumpai pula ada beberapa mahasiswa yg turun dipinggiran lampu merah dengan membawa dus berjalan disela sela motor dan mobil, dalam hati berkata mungkin lgi penggalangan dana buat bencana. tp sebenarnya yg saya lihat ternyata bukan untuk bantuan bencana, kayaknya untuk mendanai kegiatan organisasi mereka karena tak ada label bencana bantuan didus yg mereka bawa. sedih juga lihat mereka harus turun dijalan seperti itu. dalam benakku mereka ini organisatoris atau apa...kadang sy berpikir mereka tdk ada bedanya dengan anak2 yg sering minta2 dijalan(maaf kalau ucapan sy kasar, he). menurutku, sepertinya hal seperti itu tdk cocok buat mereka turun keperempatan lampu merah mencari dana  untuk kegiatan organisasi mereka. 
muncul pertanyaan menggelitik...
APAKAH INI BENTUK KREATIVITAS MEREKA MENCARI DANA? ATAU alih-alih karna sudah tak mampu lagi mereka mengeluarkan ide2 cemerlang dalam hal penggalangan dana.
sy kira banyak hal yg bisa dilakukan tanpa turun kelampu merah mengganggu pengendara jalanan. yaa...yaa...yaa semoga mahasiswa mendapatkan jati dirinya dalam mengabdikan arti tridharma perguruan tinggi.